I.
Proses Penyelesaian Konflik
Kedua Bangsa
Berakhirnya perang Al Nakba
ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan
negara-negara Arab disekitarnya pada bulan Juli 1949. Dan pada tahun itu pula,
eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai
anggota PBB. Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi Palestina yang
terusir dari kediamannya di Palestina. Sekitar 750.000 warga Palestina terpaksa
menjadi pengungsi dan mencari perlindungan di negara-negara Arab.
Perang Arab-Israel
“Six Days War” tahun 1967 itu, telah
mengantarakan lahirnya resolusi DK PBB No. 242 yang berhasil diturunkan pada
tanggal 22 November 1967 melalui pemungutan suara untuk mencari penyelesaian
jalan tengah konflik Arab-Israel. Inti dari isi resolusi DK PBB No. 242
tersebut, adalah tidak dibenarkan menduduki daerah melalui peperangan serta
meminta Israel menarik pasukannya dari tanah-tanah yang diduduki.
Resolusi 242 PBB
juga menekankan terjaminnya kebebasan lalu lintas di perairan internasional kawasan
Timur Tengah, penyelesaian yang adil terhadap pengungsi serta DK memberi kuasa
pada Sekjen PBB guna menunjuk utusan khusus ke Timur Tengah.
Pemerintah Israel
saat itu menyambut baik atas turunnya resolusi 242 PBB, meskipun resolusi itu
merugikan Israel secara politis namun melindungi kepentingan dasar dari Israel.
Resolusi itu secara eksplisit memang tidak memberio legitimasi keberadaan
pasukannya di tanah Arab. Dan tidak menuntut pihak Arab mengadakan perundingan
langsung dengan Israel atau hubungan diplomasi atau kerja sama ekonomi. Namun
Resolusi itu memberi keuntungan karena menuntut pihak Arab mengakhiri perang
dan mengakui eksistensi Israel. Serta memberikan kebebasan lalu lintas di
perairan internasional di kawasan Timur Tengah.
Sementara di pihak
Arab sendiri tidak memberikan tanggapan yang seragam atas resolusi itu.
Palestina memprotes turunnya resolusi karena tidak menyinggung kepentingan
dasarnya, bahkan rakyat Palestina Cuma dilihat sebagai pengungsi. Suriah
menolak sama sekali. Yordania tidak mengambil sikap tegas. Sedangakan Mesir
menyatakan menerima resolusi. Menurut Menlu Mesir saat itu, Mahmoud Riyad,
beragamnya sikap Arab karena sudah menduga bahwa yang dapat memberi penafsiran
kelak terhadap resolusi itu adalah pihak yang lebih kuat secara militer.
Akan tetapi kini
baik Israel maupun negara-negara Arab, sama-sama menerima resolusi DK PBB No.
242 sebagai rujukan proses perdamaian yang secara resmi dimulai sejak
konferensi damai di Madrid tahun 1991.
sambung
No comments:
Post a Comment