Wednesday, August 8, 2012


I.             Proses Penyelesaian Konflik Kedua Bangsa

Kekalahan negara-negara Arab dalam Six-Days War tidak membuat konflik antara Arab dengan Israel berakhir. Pada tahun 1973, tepat sebelum peringatan hari Yom Kippur oleh Yahudi, kembali terjadi konflik bersenjata antara Arab dengan Israel. Yom Kippur War menjadi puncak konflik bersenjata antara Arab dan Israel. Dalam perang ini, Bangsa Arab berhasil membalas kekalahannya dari Israel. Serbuan negara-negara Arab berhasil melumpuhkan Israel, meski Israel tidak dikalahkan secara telak. Perang ini berhasil memaksa Israel untuk mengembalikan Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir melalui sebuah perjanjian perdamaian pada tahun 1979. Sampai pada titik ini, belum ada entitas Palestina yang menjadi representasi perlawanan bangsa Arab yang berada di Palestina. Palestine Liberation Organization (PLO) memang telah dibentuk pada tahun 1964 oleh Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat Palestina baru ditegaskan pada tahun 1974.

Proses perdamaian di Timur Tengah ketika dicapainya Kesepakatan Oslo tahun 1993 dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Kesepakatan Oslo itu merupakan kesepakatan damai terpenting di Timur Tengah setelah perjanjian damai Israel-Mesir di Camp David tahun 1979.
Namun Kesepakatan Oslo tersebut sekaligus menguak adanya segmen-segmen masyarakat Yahudi yang belum siap menerima proses perdamaian Timur Tengah. PM Israel Yitzhak Rabin yang menggagas kesepakatan Oslo itu, akhirnya tewa di tangan ekstremis Yahudi Yigal Amir pada November tahun1995.

Peristiwa tersebut disusul oleh kekalahan Partai Buruh yang moderat dari partai Likud yang radikal pada pemilu Israel bulan Mei tahun 1996. Kemenangan partai Likud pimpinan PM Benjamin Netanyahu saat itu menyebabkan tersendatnya pelaksanaan kesepaktan Oslo yang merupakan hasil kesepakatan antara PLO dengan Partai Buruh Israel.

Kesepakatan Hebron bulan Januari 1997, adalah bukti alotnya perundingan Israel-Palestina pada era PM Benjamin Netanyahu. Kesepakatan Hebron bahkan hampir gagal,  seandainya tidak ada campur tangan langsung utusan khusus Amerika Serikat saat itu, Dennis Ross.
Palestina pun akhirnya harus menerima kota Hebron dibagi menjadi dua bagian, yakni 10 persen tetap dikuasai Israel dengan kedok menjaga keamanan pemukim Yahudi di tengah kota tesebut, dan 80 persen di bawah kontrol Palestina.

Pemilu Israel bulan Mei 1999 yang dimenangkan pimpinan Partai Buruh Ehud Barak, semula memberi harapan lagi atas masa depan perdamaian. PM Israel Ehud Barak dan Pemimpin Palestina Yasser Arafat menandatangani Kesepakatan Sharm el-Sheikh di Mesir pada bulan September 1999. PM barak lebih memilih kesepakatan final langsung daripada kesepakatan bertahap.

Faktor itulah yang mendorong pemerintah AS Bill Clinton dengan persetujuan PM Ehud Barak menggelar Perundingan Camp Dvid II pada bulan Juli 2000 yang akhirnya mengalami kegagalan. Perundingan Camp David itu telah membawa krisis politik di Israel, lantaran sebagian besar partai politik yang tergabung dalam pemerintahan koalisi pimpinan PM Barak, menentang konsesi terlalu besar yang diberikan Ehud Barak pada Palestina dalam perundingan tersebut. 

Kegagalan perundingan Camp David tersebut, merupakan awal menuju kejatuhan pemerintah PM Ehud Barak. Pasca-perundingan Camp David itu, Israel dililit krisis politik luar biasa yang memaksa PM Barak mengundurkan diri dan menggelar pemilu lebih cepat. Bersamaan dengan itu, Palestina menggerakkan Intifadah Al Aqsa sebagai reaksi kekecewaan mereka atas gagalnya perundingan Camp David itu. 

Kegagalan perundingan Camp David tersebut, juga menjadi bukti bahwa rakyat Israel belum siap menciptakan perdamaian yang adil di Timur Tengah. Mereka masih menolak resolusi PBB No. 194 tentang hak kembali bagi pengungsi Palestina dan mengakui kedaulatan Palestina atas Masjid Al Aqsa. Isu resolusi PBB no. 194 dan kedaulatan Masjid Al Aqsa tersebut, merupakan penyebab utama gagalnya perundingan Camp David. 

Situasi keamanan yang memburuk di Israel akibat meletusnya Intifadah Al Aqsa serta krisis politik dalam negeri pasca-perundingan Camp David tersebut, merupakan faktor yang mengantarkan Pemimpin Partai Likud Ariel Sharon memenangkan cukup telak atas Ehud Barak pada pemilu Israel bulan Februari 2001.

sambung

No comments:

Post a Comment