I.
Proses Penyelesaian Konflik
Kedua Bangsa
Kekalahan negara-negara Arab
dalam Six-Days War tidak membuat konflik antara Arab dengan Israel
berakhir. Pada tahun 1973, tepat sebelum peringatan hari Yom Kippur oleh
Yahudi, kembali terjadi konflik bersenjata antara Arab dengan Israel. Yom
Kippur War menjadi puncak konflik bersenjata antara Arab dan Israel. Dalam
perang ini, Bangsa Arab berhasil membalas kekalahannya dari Israel. Serbuan
negara-negara Arab berhasil melumpuhkan Israel, meski Israel tidak dikalahkan
secara telak. Perang ini berhasil memaksa Israel untuk mengembalikan Semenanjung
Sinai dan Gaza kepada Mesir melalui sebuah perjanjian perdamaian pada tahun
1979. Sampai pada titik ini, belum ada entitas Palestina yang menjadi
representasi perlawanan bangsa Arab yang berada di Palestina. Palestine
Liberation Organization (PLO) memang telah dibentuk pada tahun 1964 oleh
Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat Palestina baru
ditegaskan pada tahun 1974.
Proses perdamaian
di Timur Tengah ketika dicapainya Kesepakatan Oslo tahun 1993 dengan Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO). Kesepakatan Oslo itu merupakan kesepakatan damai
terpenting di Timur Tengah setelah perjanjian damai Israel-Mesir di Camp David
tahun 1979.
Namun Kesepakatan
Oslo tersebut sekaligus menguak adanya segmen-segmen masyarakat Yahudi yang
belum siap menerima proses perdamaian Timur Tengah. PM Israel Yitzhak Rabin
yang menggagas kesepakatan Oslo itu, akhirnya tewa di tangan ekstremis Yahudi
Yigal Amir pada November tahun1995.
Peristiwa tersebut
disusul oleh kekalahan Partai Buruh yang moderat dari partai Likud yang radikal
pada pemilu Israel bulan Mei tahun 1996. Kemenangan partai Likud pimpinan PM
Benjamin Netanyahu saat itu menyebabkan tersendatnya pelaksanaan kesepaktan
Oslo yang merupakan hasil kesepakatan antara PLO dengan Partai Buruh Israel.
Kesepakatan Hebron
bulan Januari 1997, adalah bukti alotnya perundingan Israel-Palestina pada era
PM Benjamin Netanyahu. Kesepakatan Hebron bahkan hampir gagal, seandainya tidak ada campur tangan langsung
utusan khusus Amerika Serikat saat itu, Dennis Ross.
Palestina pun
akhirnya harus menerima kota Hebron dibagi menjadi dua bagian, yakni 10 persen
tetap dikuasai Israel dengan kedok menjaga keamanan pemukim Yahudi di tengah
kota tesebut, dan 80 persen di bawah kontrol Palestina.
Pemilu Israel
bulan Mei 1999 yang dimenangkan pimpinan Partai Buruh Ehud Barak, semula
memberi harapan lagi atas masa depan perdamaian. PM Israel Ehud Barak dan
Pemimpin Palestina Yasser Arafat menandatangani Kesepakatan Sharm el-Sheikh di
Mesir pada bulan September 1999. PM barak lebih memilih kesepakatan final
langsung daripada kesepakatan bertahap.
Faktor itulah yang
mendorong pemerintah AS Bill Clinton dengan persetujuan PM Ehud Barak menggelar
Perundingan Camp Dvid II pada bulan Juli 2000 yang akhirnya mengalami
kegagalan. Perundingan Camp David itu telah membawa krisis politik di Israel,
lantaran sebagian besar partai politik yang tergabung dalam pemerintahan
koalisi pimpinan PM Barak, menentang konsesi terlalu besar yang diberikan Ehud
Barak pada Palestina dalam perundingan tersebut.
Kegagalan
perundingan Camp David tersebut, merupakan awal menuju kejatuhan pemerintah PM
Ehud Barak. Pasca-perundingan Camp David itu, Israel dililit krisis politik
luar biasa yang memaksa PM Barak mengundurkan diri dan menggelar pemilu lebih
cepat. Bersamaan dengan itu, Palestina menggerakkan Intifadah Al Aqsa sebagai
reaksi kekecewaan mereka atas gagalnya perundingan Camp David itu.
Kegagalan
perundingan Camp David tersebut, juga menjadi bukti bahwa rakyat Israel belum
siap menciptakan perdamaian yang adil di Timur Tengah. Mereka masih menolak
resolusi PBB No. 194 tentang hak kembali bagi pengungsi Palestina dan mengakui
kedaulatan Palestina atas Masjid Al Aqsa. Isu resolusi PBB no. 194 dan
kedaulatan Masjid Al Aqsa tersebut, merupakan penyebab utama gagalnya
perundingan Camp David.
Situasi keamanan
yang memburuk di Israel akibat meletusnya Intifadah Al Aqsa serta krisis
politik dalam negeri pasca-perundingan Camp David tersebut, merupakan faktor
yang mengantarkan Pemimpin Partai Likud Ariel Sharon memenangkan cukup telak
atas Ehud Barak pada pemilu Israel bulan Februari 2001.
sambung
No comments:
Post a Comment