Tuesday, August 7, 2012


I.             Proses Penyelesaian Konflik Kedua Bangsa

Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab disekitarnya pada bulan Juli 1949. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi Palestina yang terusir dari kediamannya di Palestina. Sekitar 750.000 warga Palestina terpaksa menjadi pengungsi dan mencari perlindungan di negara-negara Arab.

Perang Arab-Israel “Six Days War” tahun 1967 itu, telah mengantarakan lahirnya resolusi DK PBB No. 242 yang berhasil diturunkan pada tanggal 22 November 1967 melalui pemungutan suara untuk mencari penyelesaian jalan tengah konflik Arab-Israel. Inti dari isi resolusi DK PBB No. 242 tersebut, adalah tidak dibenarkan menduduki daerah melalui peperangan serta meminta Israel menarik pasukannya dari tanah-tanah yang diduduki. 

Resolusi 242 PBB juga menekankan terjaminnya kebebasan lalu lintas di perairan internasional kawasan Timur Tengah, penyelesaian yang adil terhadap pengungsi serta DK memberi kuasa pada Sekjen PBB guna menunjuk utusan khusus ke Timur Tengah.

Pemerintah Israel saat itu menyambut baik atas turunnya resolusi 242 PBB, meskipun resolusi itu merugikan Israel secara politis namun melindungi kepentingan dasar dari Israel. Resolusi itu secara eksplisit memang tidak memberio legitimasi keberadaan pasukannya di tanah Arab. Dan tidak menuntut pihak Arab mengadakan perundingan langsung dengan Israel atau hubungan diplomasi atau kerja sama ekonomi. Namun Resolusi itu memberi keuntungan karena menuntut pihak Arab mengakhiri perang dan mengakui eksistensi Israel. Serta memberikan kebebasan lalu lintas di perairan internasional di kawasan Timur Tengah.

Sementara di pihak Arab sendiri tidak memberikan tanggapan yang seragam atas resolusi itu. Palestina memprotes turunnya resolusi karena tidak menyinggung kepentingan dasarnya, bahkan rakyat Palestina Cuma dilihat sebagai pengungsi. Suriah menolak sama sekali. Yordania tidak mengambil sikap tegas. Sedangakan Mesir menyatakan menerima resolusi. Menurut Menlu Mesir saat itu, Mahmoud Riyad, beragamnya sikap Arab karena sudah menduga bahwa yang dapat memberi penafsiran kelak terhadap resolusi itu adalah pihak yang lebih kuat secara militer.

Akan tetapi kini baik Israel maupun negara-negara Arab, sama-sama menerima resolusi DK PBB No. 242 sebagai rujukan proses perdamaian yang secara resmi dimulai sejak konferensi damai di Madrid tahun 1991.  

sambung

No comments:

Post a Comment